Jakarta, Nusantarapos,- Sekjen KKP Rifky Effendi Hardijanto
mengirimkan surat permohonan lanjutan kepada BPK pada 15 dan 17 Mei yang lalu agar BPK
melakukan pemeriksaan baru terkait dengan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
(PDTT) opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) BPK atas laporan keuangan KKP
tahun 2016.
Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto menyatakan,
KKP telah mengirimkan surat permohonan pemeriksaan lanjutan kepada BPK pada
tanggal 15 dan 17 Mei lalu. “Sebelumnya kita sudah meminta perpanjangan waktu
kepada BPK, karena BPK tidak bersedia memberikan perpanjangan waktu, kita minta
dilakukan pemeriksaan baru. Kalau misalnya kita tanggal 2 (Juni) ini diperiksa,
kita siap. Benar-benar siap,” demikian disampaikan Rifky di Jakarta, Rabu
(24/5).
KKP mengakui masalah adanya keterlambatan penyerahan dokumen
pertanggungjawaban terkait pengadaan 1.716 Kapal Penangkap Ikan (KPI) pada
Agustus 2016 lalu terjadi karena adanya hambatan kerja yang ditemui galangan
yang sebenarnya tidak menyangkut kerugian negara.
Pembangunan 1.716 KPI tersebut adalah program KKP untuk
menyediakan kapal penangkap ikan bagi nelayan-nelayan kecil di Indonesia.
Tujuannya agar keberhasilan pemberantasan Illegal Unreported and Unregulated
Fishing (IUUF) juga dapat dinikmati oleh nelayan kecil. Di samping itu, KKP
juga menginginkan galangan kapal Indonesia tumbuh, terutama galangan menengah
ke bawah.
KKP memilih
pembangunan kapal dengan sistem e-katalog agar pengadaan kapal dapat berjalan
cepat dan efisien, serta dapat menyentuh galangan menengah.
Jika dilakukan dengan sistem lelang KKP menilai hanya akan
menguntungkan galangan-galangan besar. Namun, pengadaan KPI tersebut mengalami
sedikit hambatan. Penyebabnya, mitra yang berupa galangan menengah memiliki
modal kerja yang terbatas. Beberapa galangan bahkan membatalkan kontrak,
padahal pembayaran seharusnya sudah diselesaikan pada akhir tahun.
“Mengikuti tata cara
pembayaran akhir tahun, kita melakukan pembayaran untuk 754 kapal sekitar Rp209
miliar, dengan bank garansi pembayaran sekitar Rp97 miliar sesuai prediksi
kemajuan fisik pekerjaan per tanggal 23 Desember 2016 dan 31 Desember 2016,” lanjutnya.
Untuk mengawasi hal itu KKP mengirim tim mereka langsung
untuk memeriksa ke tiap-tiap galangan untuk menghitung kemajuan fisik per
tanggal 31 Desember 2016 yang akan diperhitungkan dengan jaminan pembayaran,
yang baru bisa dilaksanakan pada Februari 2017. Sedangkan, tim audit BPK sudah mulai
meminta dokumen pada minggu ketiga Januari 2017.
Bahkan dari informasi, pada penyediaan KPI tersebut, KKP
membuat sekitar 20-an tipe kapal yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di seluruh Indonesia. Dari 754 KPI yang
dibangun, saat ini 509 sudah diserahkan kepada penerima bantuan, 201 sudah
selesai dan menunggu didistribusikan kepada penerima bantuan, dan 44 lainnya
dalam pengerjaan 80 persen.
Selain itu, Kepala Biro Keuangan KKP, Darmadi Aries Wibowo
juga menjelaskan penyebab lainnya opini disclaimer BPK terhadap laporan
keuangan KKP.
“Penyebab lainnya terkait dokumen kepemilikan tanah di Jawa
Timur berdasarkan perjanjian Ruislag Departemen Pertanian tahun 1998,
diputuskan BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) pada tahun 2009 lalu harus
ditindaklanjuti KKP. Tapi kita belum bisa tindaklanjuti karena KKP sendiri
tidak memiliki dokumen perjanjian tersebut dan masih dalam tahap konfirmasi BPN
(Badan Pertahanan Nasional). Selain itu, pembelian tanah PPN (Pelabuhan Perikanan
Nasional) Pelabuhan Ratu dari Pertamina yang dibayar secara bertahap masih
dalam negosiasi akan dilanjutkan atau dibatalkan. KKP sudah membayar Rp20,7
miliar dan nilai total Rp47,34 miliar, tetapi kita belum punya sertifikatnya
karena tadi masih dalam proses negosiasi,” papar Darmadi.
"Kalau laporan pengadaan kapal, dokumennya kan diterima
BPK, tapi tidak dianggap karena keterlambatan. Kalau yang ruislag Departemen
Pertanian dan pembelian tanah Pertamina ini kan memang on process. Jadi kami
sekali lagi kami siap untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan melalui pemeriksaan
dengan tujuan tertentu,” pungkas Darmadi.(EDTR)